Urusan hutang piutang masuk dalam hukum perdata. Indonesia sebagai negara hukum dengan tegas mengatur perkara hukum utang piutang. Oleh karena itulah, segala tindakan utang piutang haruslah tercatat di mata hukum sehingga dikemudian hari urusan mengenai masalah tersebut dapat jelas.
Syarat Agar Utang Piutang Sah di Mata Hukum
Urusan utang piutang dapat diselesaikan di mata apabila sebelumnya secara sah tercatat di mata hukum. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar urusan utang piutang tersebut dapat tercatat dan sah. Syarat tersebut diatur sesuai dengan UUD Pasal 1320 KUH Perdata yakni sebagai berikut:
1. Sepakat
Syarat pertama agar urusan utang piutang tercatat secara sah di mata hukum adalah adanya kesepakatan diantara kedua belah pihak. Kedua belah pihak secara sadar dan tanpa ada paksaan menyetujui kesepakatan tersebut yang dibuktikan dengan tanda tangan perjanjian bermaterai.
2. Cakap atau mampu membuat perjanjian
Syarat kedua dalam hukum utang piutang yang diatur oleh UUD Pasal 1320 KUH Perdata kedua pihak yang membuat perjanjian dimana bahwa pelaku hutang piutang telah dewasa, bukan anak-anak yang masih dibawah pengawasan atau masih belum stabil.
Selain itu, diatur juga dalam Undang-Undang pihak yang dilarang untuk membuat perjanjian. Seperti pihak yang telah masuk dalam daftar hitam perbankan sehingga tidak memungkinkan untuk membuat perjanjian hutang yang baru melalui perbankan.
3. Mengenai hal tertentu
Syarat perjanjian hutang selanjutnya adalah perjanjian tersebut menyangkut suatu hal atau objek yang jelas. Contohnya seperti objek berupa tanah, bangunan dan lain sebagainya.
4. Oleh sebab yang halal
Syarat terakhir agar urusan utang piutang tersebut sah adalah perjanjian utang piutang tersebut dilakukan atas dasar itikad atau niat yang baik. Atau dalam artian lain bahwa urusan utang piutang tersebut tidak bertujuan untuk tindak kejahatan atau hal lain yang sifatnya melanggar hukum.
Apabila urusan utang piutang tidak memenuhi empat poin dasar hukum utang piutang diatas maka urusan utang piutang tersebut dianggap tidak sah.
Baca Artikel Selanjutnya :
Undang-Undang Yang Mengatur Utang Piutang
Selain empat syarat yang diatur dalam UUD Pasal 1320 KUH Perdata, urusan tentang utang piutang juga diatur dalam beberapa Undang Undang berikut:
1. UU No. 10 Tahun 1998
UU No. 10 tahun 1998 mengatur tentang penggunaan kredit yang menambahkan perubahan dari UU No.77 Tahun 1992 tentang perbankan di Pasal 1 angka 11. Dalam pasal tersbut dijelaskan bahwa:
Kredit adalah menyediakan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antar bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu.
2. Pasal 1381 KUH Perdata
Selanjutnya ada Pasal 1381 KUH Perdata yang mana dalam pasal ini mengatur dasar hukum utang piutang terlengkap. Pasal ini menyebutkan 10 cara berakhirnya suatu perjanjian mulai dari pembayaran hingga pembatalan utang piutang tersebut.
Pasal 1381 KUH Perdata ini juga memberi penjelasan mengenai akibat dari penanggungan antara debitur, penanggung dan juga antar penanggung. Pasal tersebut juga mengatur mengenai hak penanggung hutang untuk menuntut debitur, yaitu:
- Membayar pokok beserta bunga hutang.
- Penggantian biaya, kerugian dan bunga
Cakupan lain yang juga diatur dalam pasal 1381 KUH Perdata hak penanggung untuk menuntut debitur memberikan ganti rugi untuk dibebaskan dari suatu ikatan bahkan sebelum debitur menyelesaikan pembayaran hutangnya. Yang diatur adalah sebagai berikut:
- Apabila ia digugat di muka hakim untuk membayarnya
- Apabila debitur berjanji untuk membebaskannya dari penanggungannya pada suatu waktu tertentu
- Apabila hutang dapat ditagih karena telah melewati jangka waktu yang telah ditetapkan untuk pelunasan.
Aspek dalam Utang Piutang
Setelah memahami mengenai syarat dan juga beberapa undang undang yang mengatur urusan utang piutang, ada beberapa aspek mengenai utang piutang yang harus dipahami sebagai berikut:
- Urusan utang piutang merupakan wilayah koridor hukum perdata dimana dalam hal ini menitik beratkan pada kepentingan pribadi.
- Urusan utang piutang dijalankan oleh minimal 2 orang dimana salah satu berperan sebagai pihak kreditur dan satunya lagi adalah pihak debitur.
- Urusan utang piutang dianggap sah di mata hukum bila dilakukan secara tertulis atau hitam di atas putih maupun juga lisan yang dibuktikan dengan adanya saksi.
- Pihak debitur wajib untuk suatu prestasi, yaitu melunasi hutang. Sedangkan apabila tidak membayar hutang disebut sebagai wanprestasi
- Prestasi yang ada dalam urusan utang piutang tersebut harus tentu atau ditentukan. Artinya diketahui dalam perjanjian yang jelas serta harus halal dan satu kali dengan sifat sepintas.
- Tanggung jawab perdata debitur atau penghutang bersifat menurun kepada keluarga penghutang. Sedangkan pada hukum pidana, sifat hukum tentang hutang ini berhenti pada penghutang atau debitur saja atau tidak menurun pada keturunannya.
- Pemenuhan perutangan bertanggung jawab sesuai dengan harta yang dijaminkan.
- Eksekusi untuk piutang tidak bisa dilakukan secara paksa dengan melakukan penyanderaan barang atau orang.Eksekusi yang dibenarkan adalah dengan penyitaan jaminan yang diputuskan oleh pengadilan.
- Faktanya, tidak boleh ada ancaman kepada penghutang agar melunasi utang. Apabila terjadi, hal tersebut dapat menimbulkan masalah pidana dan bisa saja juga akan mengakibatkan penghapusan utang.
- Perutangan tidak dilakukan sendiri melainkan bersama-sama yang berakibat hukum dengan
- perutangan lainnya.
Itulah hukum hutang piutang terlengkap yang dapat Anda jadikan bahan dalam menambah wawasan serta mempelajari aspek dari hutang – piutang. Hal tersebut juga berpotensi untuk menghindari adanya wanprestasi.
Itulah beberapa hukum hutang piutang menurut hukum di Indonesia yang diatur baik dalam. Undang Undang maupun Undang Undang Perdata. Semoga artikel ini dapat memberikan manfaat untuk Anda.