Manusia menempatkan diri pada pilihannya masing-masing. Ketika melepaskan salah satunya, harus siap dengan segala risiko termasuk keuntungannya. Hidup menawarkan cara untuk hidup. Tapi belum tentu semua tawaran itu memberikan ketenangan dalam hidup, menghirup napas dengan rileks dan makan dengan nyaman.
Hidup Bahagia
Hidup bahagia adalah sebuah tujuan. Salah satu pilihan untuk menjadi bahagia dengan memiliki barang-barang yang beragam, seperti tas branded, jam tangan limited edition, benda antik yang bernilai tinggi secara historis-nominal, sepatu beragam warna yang dipajang serapi mungkin, dan mobil berjejer di garasi. Bagi mereka, benda-benda ini memiliki cita rasa bahagia yang berbeda.
Untuk meningkatkan kebahagiaan jika didasari dari jumlah barang yang dimiliki sepertinya tidak akan pernah sampai. Kebahagiaan itu diolah lagi menjadi kekurangan, lalu barang-barang tersebut akan muncul sebagai sebuah solusi untuk memberikan kebahagiaan baru. Kita jadinya merelakan uang saku untuk dibelanjakan demi memuaskan hasrat bahagia.
Kebanyakan berpandangan jumlah barang dapat mengukur nilai diri seseorang. Hasrat berkompetisi dengan yang lainnya untuk menunjukkan siapa yang paling bahagia dengan koleksi yang bernilai tinggi. Semakin banyak barang tersebut sebenarnya dapat mengartikan bertambah pula masalah yang kita hadapi. Sulit membedakan mana keinginan dan kebutuhan.
Sampai pada titiknya, kita kebingungan sendiri menemukan kata kunci dari tujuan akhir menumpuk barang-barang tersebut. Sehingga kita lupa bahwa kebahagiaan yang berpura-pura semacam itu juga melupakan bagaimana hidup dengan tenang.
Hidup Minimalis
Sudah dapat kita jawab dengan mudah, minimalis adalah lawan kata maksimalis. Dari yang penuh-padat menjadi lebih luas-sederhana. Maksimalis terkesan menjadikan barang menguasai pemiliknya, minimalis tetap menjadi presiden atas makhluk-makhluk dalam rumahnya. Ada benarnya apa yang dikatakan oleh Fumio Sasaki, salah seorang ahli di bidang minimalisme—sampai bidang ini pun ada ahlinya—pengaruh yang terjadi adalah mengubah menjadi minimalis berarti mengubah diri sendiri.
Singkatnya konsep minimalis sudah dikenal sejak awal abad 19. Ralph Waldo Emerson dan Henry David Thoreau mengatakan hidup minimalis memberikan pencerahan dalam hidup. Perkembangan gagasan minimalis ini menjalar gaya seni pada pertengahan abad 20 sebagai respon atas kehidupan yang dipandang berlebihan. Baru pada abad 21 ini minimalis menjadi gaya hidup. Awalnya, tren hidup minimalis ini dilakukan oleh orang-orang Jepang untuk mengoptimalisasikan ruang. Sebelum Fumio Sasaki, Marie Kondo telah lebih dulu mengaplikasikan hidup minimalis ini yang menjalar ke negara-negara lain.
Hidup minimalis tidak hanya menciptakan ruang yang luas dan dikelilingi benda-benda pokok, tetapi juga memperluas cara pandang kita tentang kebahagiaan. Setiap orang juga berhak menentukan batas minimalis ruangnya. Minimalis menciptakan diri kita yang baru. Pribadi yang lebih memperhatikan mana yang sekadar keinginan dan benar-benar kebutuhan. Menentukan hal-hal pokok dalam kehidupan tidak akan merugi jika barang-barang yang hanya lapar mata itu dibuang.
Adakah barang-barang yang harus kita pertahankan? Dalam bukunya, Seni Hidup Minimalis, Francine Jay mengatakan seminimalisnya, ada tiga kategori barang yang bisa berada dalam ruang kita, yaitu barang fungsional, barang dekoratif, dan barang emosional.
Barang fungsional berdasarkan fungsi dan kegunaan barang. Barang yang tidak memiliki fungsi, namun dapat meningkatkan imun kebahagiaan termasuk dalam barang-barang dekoratif, seperti lukisan. Barang emosional seringkali menjadi tantangan untuk berubah dari maksimalis menuju minimalis. Pasalnya kita harus menyingkirkan barang-barang yang memang memiliki kenangan mendalam, seperti mesin tik ayah, buku harian ibu, dan lainnya. Kuncinya hanya satu, pertahankan jika memang barang itu membuat Anda bahagia.
Selebihnya barang-barang lain dapat dikategorikan barang yang benar-benar sampah sehingga harus dibuang. Selain itu mengkategorikan barang-barang sebagai barang yang masih bisa disimpan. Harus dibarengi dengan alasan kenapa barang itu perlu disimpan. Lalu memberikan kepada orang lain barang-barang yang masih layak. Kategori ini mengajarkan kita ikhlas dan saling berbagi. Langkah-langkah berikutnya seperti yang sudah bisa kita bayangkan, yaitu beradaptasi dengan ruang ‘baru’ yang lebih tenang.
Menciptakan Ketenangan
Apakah ketenangan adalah hal lain dari bentuk kebahagiaan dalam hidup minimalis? Mengusung hidup yang sederhana artinya mengurangi sekian persen kekhawatiran, kesumpekan, dan keruwetan yang disebabkan oleh barang-barang sekeliling kita. Hidup minimalis menciptakan ketenangan dalam balutan kebahagiaan. Untuk menjaga ketenangan ini agar berlangsung awet dan langgeng, kita perlu memperhatikan beberapa hal.
Mengubah cara berpikir bahwa bahagia tidak berasal dari jumlah barang yang kita miliki. Jika memang benar tujuan kita adalah untuk bahagia, maka bersyukur dengan kecukupan yang ada sudah langkah yang baik. Membatasi barang-barang yang masuk artinya mengurangi tumpukan sana-sini. Kita sudah belajar untuk mengurangi stres. Terpenting dari semua ini, bahwa nilai diri kita tidak terletak pada barang yang kita miliki.