Presiden Jokowi mengatakan pemerintah memutuskan untuk melarang ekspor minyak goreng serta bahan bakunya. Jokowi menjelaskan bila alasan pemerintah melaksanakan kebijakan pelarangan ekspor CPO dan minyak nabati adalah untuk memastikan bila ketersediaan minyak nabati di dalam negeri terjamin.
Dengan begitu, harga dari minyak goreng dapat lebih terjangkau. Beliau juga menjelaskan, bila pelarangan ekspor tersebut hanyalah untuk sementara saja hingga pasokan di dalam negeri menjadi kembali stabil dan masyarakat juga bisa menikmati serta membeli minyak goreng seperti harga normal.
Dampak dari pelarangan ekspor sawit
Pastinya akan terjadi banyak hal negatif di dunia ketika Presiden Jokowi memutuskan untuk melarang pihak Indonesia melakukan ekspor sawit. Salah satunya adalah banyak petani sawit yang harus dirumahkan. Tetapi perlu diingat, jika kebijakan tersebut dibuat guna menambahkan jumlah pasokan di dalam negeri agar melimpah.
Dampak yang diberikan kepada dunia ketika ekspor minyak sawit dilarang oleh pemerintah, yakni :
Hasil panen dari kelapa sawit menjadi oversupply
Menurut Agus Pambagio Bahan baku dari perkebunan kelapa sawit akan mengalami over supply atau kelebihan muatan, bahkan bisa mencapai 60%. Oleh karena itu, perusahaan mau tidak mau harus menekan jumlah pengolahan kelapa sawit.
Jadi, perusahaan besar yang bertanggung jawab untuk mengolah sawit serta minyak goreng akan mulai memangkas produksi sebab kapasitas tangki penampung CPO akan penuh dan muatannya pun terbatas.
Terjadinya kenaikan harga dari produk minyak sawit dan turunannya
Kebijakan mengenai larangan ekspor minyak sawit juga akan berdampak pada naiknya harga produk dari minyak sawit, contohnya minyak zaitun hingga minyak kelapa. Dimana kenaikan ini memungkinkan diikuti oleh naiknya harga produk pengganti seperti minyak zaitun, minyak canola dan minyak kelapa.
Pasokan solar milik pertamina menjadi berkurang hingga 30%
Pendapatan milik BPDPKS diprediksi tidak akan mendapatkan apapun akibat larangan ekspor tersebut, karena tidak ada pajak ekspor yang dicabut. Akibatnya, proyek biodiesel juga sudah pasti akan dihentikan dan penawaran solar Pertamina akan langsung dikurangi 30%.
Akan terjadi efek domino di perekonomian dunia
Larangan ekspor tersebut telah menyebabkan peningkatan minyak goreng di dunia. Rizal Ramli, sebagai seorang ekonom senior mengatakan, jika larangan ekspor minyak sawit akan berdampak pada perekonomian Indonesia. Karena selama ini salah satu keuntungan terbesar negara datang dari industri bahan baku.
Kemudian, Sri Mulyani berkata bahwa Indonesia tidak dapat lagi mencari laba dari barang, jadi Sri Mulyani juga bingung harus memungut pajak dari sektor mana. Padahal menurut Sri Mulyani, Indonesia surplus Rp 400 triliun karena ekspor semua jenis komoditas batu bara. Sekarang akan membatalkannya. Begitu penjelasan dari Rizal.
Menurut Rizal, Direktur Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (Celios), Bima Yudhistira juga mengatakan bila dalam sebulan negara kemungkinan dapat kehilangan devisa US$3 miliar atau setara dengan Rp 4,5 triliun.
Jadi, dengan asumsi pelarangan ekspor berlangsung selama sebulan penuh, negara ini diperkirakan akan kehilangan devisa sebesar $3 miliar pada Mei 2022. Itu 12 persen dari total ekspor nonmigas,” kata Bhima kepada Bisnis
Dimana Indonesia merupakan produsen utama dari minyak sawit. Itu berarti, dengan adanya larangan tersebut akan mempengaruhi harga saham minyak nabati, yang akan meroket dan memberi tekanan pada harga pangan global, menurut pakar ekonom senior dari Hong Kong.
Berdampak pada kondisi stabilitas pangan di dunia
Adanya pelarangan ekspor tersebut telah menyebabkan terjadinya peningkatan minyak goreng di dunia. Tentunya akan memicu kekhawatiran akan keamanan pangan saat tengah terjadi perang antara Ukraina dan Rusia.
Dimana Indonesia merupakan produsen utama dari minyak sawit. Itu berarti, dengan adanya larangan tersebut akan mempengaruhi harga saham minyak nabati, yang akan meroket dan memberi tekanan pada harga pangan global, menurut pakar ekonom senior dari Hong Kong.
Manfaat sawit bagi perekonomian negara
Kelapa sawit adalah salah satu produk perkebunan yang mempunyai peran strategis bagi pembangunan ekonomi di Indonesia. Sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia, sektor kelapa sawit secara langsung dan tidak langsung telah menyediakan lapangan kerja bagi 16 juta orang.
Produksi dari minyak sawit serta inti sawit sejak tahun 2018 terdata mencapai 48,68 juta ton serta tercatat 40,57 juta ton minyak sawit mentah (CPO) juga 8,11 juta ton minyak inti sawit (PKO). Total produksi berasal dari Perkebunan Rakyat sebanyak 35% (16,8 juta ton), PBN sebesar 5% (2,49 juta ton) dan Perkebunan Swasta Besar sebesar 60% (29,39 juta ton).
Produk perkebunan menjadi andalan penghasilan dan juga devisa negara, dengan total ekspor dari perkebunan mencapai US$28,1 miliar atau setara dengan Rp 393,4 triliun pada 2018. Diharapkan kontribusi subsektor perkebunan untuk perekonomian nasional akan terus meningkat dan semakin memperkuat pembangunan sektor perkebunan secara keseluruhan.