Edu Finansial – Layanan fintech lending atau pinjaman online (pinjol) menjadi salah satu solusi untuk mendapatkan dana tunai tanpa proses berbelit. Namun, jika tidak jeli dalam memilih jenis layanan yang digunakan, risiko untuk bersinggungan dengan jenis layanan fintech lending ilegal juga besar.
Dalam pengertian lengkap, fintech lending merupakan penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman/lender dengan penerima pinjaman/borrower dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik.
Menjadi solusi mudah untuk mendapatkan dana tunai dalam waktu yang relatif cepat, salah satu yang wajib diwaspadai adalah layanan pinjaman online ilegal.
Perlu diketahui bahwa layanan fintech lending di Indonesia wajib mendapatkan perizinan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sementara itu, OJK melaporkan sejauh ini 4.400 perusahaan fintech lending masih beroperasi secara ilegal.
Layanan fintech lending ilegal sendiri dikenal sebagai salah satu sumber kejahatan berbasis siber atau cyber crime. Dilaporkan oleh Polda Metro Jaya, sepanjang tahun 2022 kejahatan pinjol menjadi salah satu jenis kejahatan siber yang paling banyak dilaporkan. Kejahatan siber dari pinjol berada dalam kategori kejahatan berbasis digital yang paling banyak dilaporkan bersama dengan kejahatan ujaran kebencian.
Tingginya kasus penipuan online ilegal tidak terlepas dari berbagai modus yang digunakan oleh layanan fintech lending tak berizin OJK tersebut. Dilaporkan OJK, beberapa modus digunakan oleh layanan pinjaman online demi menggaet korban. Perlu digarisbawahi bahwa OJK tidak memiliki kewenangan dalam segala jenis transaksi yang melibatkan layanan fintech lending ilegal. Sehingga, segala jenis kerugian di dalam transaksi dengan layanan pinjol ilegal menjadi tanggung jawab pengguna atau konsumen.
Beberapa ciri di bawah ini menjadi pertanda bahwa layanan fintech lending atau pinjaman online (pinjol) dikategorikan ilegal:
Pertama, tidak terdaftar/tidak berizin dari OJK. Lakukan pemeriksaan secara berkala baik di laman OJK maupun AFPI; kedua, menggunakan SMS/Whatsapp dalam memberikan penawaran. Ini menjadi modus penipuan pinjol ilegal yang masih muncul hingga sekarang; ketiga, pemberian pinjaman sangat mudah; keempat, bunga atau biaya pinjaman serta denda tidak jelas karena pinjol ilegal tidak memberikan transparai kepada calon korban mereka; kelima, ancaman teror, intimidasi, pelecehan bagi peminjam yang tidak bisa membayar; keenam, tidak mempunyai layanan pengaduan; ketujuh, tidak mengantongi identitas pengurus dan alamat kantor yang tidak jelas; selanjutnya, meminta akses seluruh data pribadi yang ada di dalam gawai peminjam. Poin ini berkaitan dengan poin kelima, pinjol ilegal akan memanfaatkan data pribadi pengguna untuk meneror; terakhir, jasa penagihan debt collector yang ditugaskan tidak mengantongi sertifikasi penagihan yang dikeluarkan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).
Beberapa ciri layanan pinjaman online di atas juga selaras dengan berbagai modus yang digunakan untuk menjerat korban. OJK menyampaikan setidaknya terdapat tiga modus yang digunakan pinjol ilegal dalam beroperasi.
Beberapa modus penipuan pinjol ilegal misalnya dengan melalui pesan SMS atau chat WA yang menawarkan pinjaman tanpa syarat. Padahal, fintech lending berizin tidak diperbolehkan memberikan penawaran melalui sarana komunikasi tanpa persetujuan pelanggan. Kedua, dengan cara transfer langsung ke rekening korban. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk meneror korban untuk segera mengembalikan uang sebelum jatuh tempo. Ketiga, modus mereplikasi nama yang mirip dengan fintech lending legal dan bahkan beberapa ada yang menggunakan logo OJK sebagai modus.
Lakukan pemeriksaan berkala di OJK dan AFPI agar terhindar dari layanan fintech lending ilegal.***